Madrasah Mambaul Huda ASSALAFIYAH (M4H) Pondasi Kuat Belajar Santri

1. Latar Belakang
Pembelajaran di Ponpes
Lazimnya di dalam pesantren adalah salaf,yaitu belajar langsung pada maha guru,mendengar,memikirkan apa yang di sampaikan langsung atau dalam kata lain sistem pendidikan pesantren salaf adalah bandungan, tidak mengenal yang namanya kelas ataupun tingkatan pendidikansehingga santri baik yang kecil maupun yang besar mengaji langsung pada seorang gurunamun karena tingkatan IQ dari individu santri sangatlah berbeda antara stu dengan yang lainnya apalagi di pandang dari segi umur mereka, maka dengan sebab perbedaan tersebut terjadi suatu kesenjangan sosial yang kecil merasa minder mengikuti pengajian ke seorang guru secara langsung, di antara kitab-kitab yang di baca pada saat itu adalah tfsier jalalain dan hadits shohih bukhori. Karena mereka merasa dirinya belum mampu mengikuti pengajian disebabkan materi-materi pengajian sangatlah tidak cocok untuk anak-anak kecil,sehingga terjadi suatu pengangguran yang menyebabkan mereka selalu melampiaskan kejenuhannya dengan bermain, keluar Pondok apalagi di malam hari. Lain halnya dengan mereka yang dewasa, mereka selalu pro aktif dalam mengikuti pengajian-pengajian yang di hadiri oleh sang maha guru . dengan adanya perbedaan yang sangat mencolok tersebut maka di antara mereka yang dewasa (pengurus) merasa prihatin melihat problematika santri-santri lecil yang kian hari bertambah tidak karuan karena kurangnya perhatian serius dari mereka yang dewasa.

2. Pembentukan Kegiatan Musyawarah Dan Berdirinya Mu'allimat
Problematika pengangguran santri-santri kecil yang semakin marak tersebut akhirnya menggoreskan perhatian dan kesadaran dari para pengurus, untuk segera bisa mentisipasi mereka dengan mengerahkan mereka ke suatru kegiatan yang sesuai dengan kemampuan IQ mereka. Realisasi awal pengantisioasian mereka itu di arahkan dalam bentuk belajar bersama istilahnya mashur kirtural pesantren adalah Musyawaroh dengan tingkat awamil, jurmiyahdan imriti yang ber tempat di masjid Al Istiqomah,kegitan di malam hari yang di motori oleh kang Ja’far dankang Rohidin beserta pengurus lainya. Kian hari bertambah positif terbentuk suatu kegiatan dalam bentuk musyawaroh yang akhirnya mampu mendobrakpemikiran pengurus untuk lebih maningkatan pendidikan santri-santri dengan sistem madrasah yang didirikan pada tahun 1992 dengan nama : MADRASAH MU’ALIMAT MAMBA’UL HUDA  atas intruksi dari sang maha guru yang di realisasikan melalui tingkatan kelas yang pada waktu itu hanya terdapat kelas satu,dua dan tiga yang aktifitasnya dilakukan pada sore hari tepatnya pukul dua sore, itu juga masih bertempat di pondok putri yang pada waktu itu masih di pakai oleh Ust. Zainudin Halma (indramayu) sampai tahun 1992 M dan kenudin dialihkan kepada Ust, Afifudin (sander Brebes) hingga tahun 2001 M,dan kamad (kepala madrasah)dilanjutkan oleh Ust, Masruri hingga tahun 2003 M.

3. Berdirinya Mu'allimin
Dari adanya motivasi pendidikan yang bersistem madrasah yang telah dilakukan oleh santri-santri putri, maka pada tanggal 23 Dzulhijjah 1413 H/1993 M. Para pengurus mengadakan musyawaroh diantaranya Ust.Munir, Ust.Ali Murtado, Ust.Maftukhin, Ust.Zainuddin, Ust.Mahrus Ali yang bahasanya adalah membentuk sistem pendidikan madrasah yang membuahkan kesepakatan nama MADRASAH MU’ALLIMIN MANBA’UL HUDA yang aktivitasnya mulai dilaksanakan hari ahad 27 Dzulhijjah 1413 H/1993 M. Yang waktunya sama seperti kegiatan musyawaroh yaitu malam hari (ba’da isya) di Masjad yang dikepalai oleh Ust.Mahrus Ali (Pemalang) hingga tahun 1998 M. Kemudian jabatan kamad diemban oleh Ust.Nu’man Ali Khoir, kemudian pada tahun 2007 diganti oleh Ust.Nurhamdi sampai pada tahun 2012 di ganti lagi oleh Ust.H.Thantowi hingga sekarang ini. Bertepatan pada tahun 1998 M sang maha guru membangun Madrasah muallimat yang berlokasi disebelah selatan mushola manba’ul huda. Sehingga pada tahun 1994 M aktifitas belajar mengajar dialihkan ke gedung baru. Aktifitas Mu’allimin juga yang tadinya di Masjid dipindahkan ke gedung MTs manba’ul Huda (sebelah timur gedung Muallimat) hingga tahun 2000 M.  Di tahun tersebut aktivitas muallimin yang tadinya malam harijuga diubah waktunya pagi hari pukul 08.00  WIB sampai pukul 12.00 WIB.

4. Penggantian Nama Mua'allimin - Mu'allimat
Aktivitas pengajian pesantren biasanya waktunya itu disesuaikan dengan sholat 5 waktu, artinya pada waktu-waktu tersebut sang maha guru membuka pengajian dalam waktu-wakti itu. Pada waktu ba’da duhur dalam pesantren kita pada tahun 2002 M. Sang maha guru membaca kitab Attibyan karya Imam Abi Zakariya bin Syarofudin Annawawi Assyafi’i yang diikuti seluruh santri putra putri Assalafiyah, ketika pengajian setelah beberapa kali pertemuan pada salah satu fashal yang didalamnya membahas hukum Ta’lim Muta’alimin faru kifayatin, disaat sang maha guru membaca kalimat Al-Muta’allimin beliau sekilas bercerita dan berkomentar, dan akhirnya memberikan suatu anjuran bahwa yang lebih tepat madrasah kita ini diganti dari Mu’allimin Mu’allimat menjadi Muta’allimin Muta’allimat.
Komentar dan anjuran sang maha guru tersebut seketiika itu menjadi bahan perhatian dan pemikiran para santri khususnya para pengurus dan akhirnya direalisasikan oleh dewan asatid pada harisenin tanggal 2002 M dengan mengadakan acara yang dihadiri oleh seluruh santri putra maupun putri Assalafiyah dan juga alumnus Assalafiyah dengan dipadati berbagai acara, dalam penghujung acara peresmian pergantian nama dipimpin langsung oleh sang maha guru. Mu’alimin Mu’alimat berganti nama menjadi Muta’alimin Muta’alimat hingga saat ini.

5. Penggabungan Madrasah Mu'allimin Mu'allimat
Seiring berjalannya waktu banyak memberikan berbagai insvirasi yang mampu memotivasi ahli anggota dewan astid untuk lebih memajukan aktivitas belajar mengajar dalam pondok pesantren. bersamaan dengan adanya pemikiran baru anggota dewan senior kita meninggalkan kamad Muta’allimat karena tuntutan dari rumah yang mengharuskan beliau meninggalkan pondok pesantren, hingga jabatan tersebut diemban oleh wakamad (wakil kepela madrasah).
Perpindahan jabatan kamad ke wakamad lambat laun dirasakan juga kekurangannya baik dari anggota dewan asatid ataupun para siswa/i Muta’allimat dan akhirnya mengacu pemikiran para anggota dewan untuk segera mengantisipasi gejolak dalam lembaga pendidikan madrasah.
Gejolak dalam pendidikan yang disebabkan kosongnya jabatan kamad direspon pula oleh sang maha guru, hingga pada suatu waktu sang maha guru memberikan komentar yang berisikan anjuran untuk segera mengantisipasinya. Dengan menunjuk kepala madrasah Muta’allimin untuk mengisi jabatan kamad Muta’allimat, secara otomatis 2 lembaga yang berbeda dari berbagai manajemennya baik manajemen pendidikan atau manajemen administrasi dirubah dan dilebur menjadi satu manajemen. Hal itu suatu wujud realisasi pengantisipasian masalah yang manajemennya diresmikan melalui musyawaroh mufakat yang dihadiri oleh anggota dewan pada tahun 2003 M, hasil musyawaroh mufakat pembangunan 2 lembaga menjadi satu akhirnya berjalan sampai sekarang.
Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar