Sebagian pesantren, khususnya pesantren salaf, tidak asing lagi dengan
riyadhoh dalan bentuk tidak pulang tiga tahun. Sampai saat ini, masih
banyak santri pesantren yang mengamalkan riyadhoh semacam itu.
Di
Pondok Kwagean, masih sangat kental dengan riyadhoh semacam itu. Di
sana, di sampingn pengamal tidak pulang tiga tahun, pengamal juga
membarenginya dengan puasa selama tiga tahun tidak pulang itu.
Ada seorang santri Kwagean yang jarak rumahnya paling 50 meter dari pondoknya,
ia ikut mengamalkan riyadhoh di atas tadi. Ia puasa tiga tahun dan
tidak pulang ke rumah yang sangat dekat dengan pondoknya selama tiga
tahun itu.
Begitu juga dengan KH. Kafa Bihi Lirboyo, beliau itu
keluarga ndalem Pondok Lirboyo, putra dari KH. Mahrus Ali. Beliau mondok
di Lirboyo juga. Nah selama mondok di Lirboyo, beliau pernah tiga tahun
tidak pulang ke rumahnya yang masih di lingkungan Pondok Lirboyo saja.
Itu dilakukan tentu sebagai bentuk riyadhoh.
Gus Yahya Rembang dalam teronggosong-nya mengkisahkan;
KH. Ach. Masduqi Mahfudh, Malang menceritakan bahwa Mbah Ali Ma'shum
memiliki maziyah (keistimewaan) bisa mentransfer ilmu tanpa mengajar
secara verbal.
Pada waktu pertama kali datang ke Krapyak –- mungkin
sekitar tahun 50-an atau 60-an, Santri Masduqi diajak mengikat janji
oleh Mbah Ali,
“Kalau kamu sanggup tinggal di pondok nggak
pulang-pulang sampai tiga tahun penuh, kujamin kamu akan jadi lebih
‘alim ketimbang yang sudah mondok 15 tahun tapi bolak-balik pulang”,
begitu akadnya.
Santri Masduqi benar-benar melaksanakan akad itu. Pada akhir tahun ketiga, barulah ia pamit pulang.
Sebelum mengijinkan, Mbah Ali meraih tangan Santri Masduqi dan membawanya ke meja makan.
“Ayo makan bareng aku”, kata beliau.
Tapi ketika Santri Masduqi hendak meraih centong nasi, Mbah Ali melarangnya,
“Kamu duduk saja!” lalu tanpa terduga beliau mengambilkan nasi untuk
santrinya itu, meladeninya dengan sayur dan lauk-pauk hingga minuman
sesudah makan, seolah Mbah Ali-lah yang menjadi khadam.
“Sejak saat
itu”, kisah Kyai Masduqi, “tak ada kitab yang sulit bagiku. Setiap ada
lafadh yang tak kuketahui maknanya, seperti ada yang membisiki
telingaku, memberi tahu artinya…”
0 komentar:
Posting Komentar